Berikut ini contoh cerpen pengalaman pribadi yang sanggup menjadi rujukan kau yang sedang menciptakan cerpen orisinil dengan bahasa sendiri.
“Hore,” tiruana anak didik bersorak sesudah mendengar bunyi bel dari pengeras bunyi di depan kelasku, kelas VII D di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ajibarang.
Sekadab tiruana anak didik berhamburan ke luar kelas untuk kembali ke rumah masing-masing kolam burung-burung yang terbang bebas ke langit biru.
Seperti biasanya, saya pulang dengan sahabat sekelasku yaitu Annisa Mutiara Rachmanadika atau biasa disapa Dika. Kami pulang bersama dengan jalan kaki alasannya ialah rumah kami tidah terlalu jauh dengan sekolah yaitu kira-kira sekitar 100.000 cm
***
Tibalah saya di rumah, kemudian saya menyapa Ibuku yang sedang menjemur pakaian di pelataran rumah.
“Assalamu’alaikum,” salamku kepada Ibu dengan mencium tangan kanannya.
“Wa’alaikumsalam. Sudah pulang Nak, bagaimana di sekolah?” tanya Ibuku dengan bunyi lembutnya.
“Baik-baik saja Bu. Ibu hari ini masak apa untukku?” tanyaku.
“Ibu masak sup ayam kesukaanmu, sana lekas makan!” perintah Ibu padaku sembari meremas pakaian yang akan dijemur.
“Aku tidak sabar mencobanya,” ucapku dengan nada ingin tau sehingga saya eksklusif masuk ke dalam rumah.
Sebelum makan, saya masuk ke kamar untuk berganti pakaian dan melakukan rukun islam yang ke-2 yaitu salat.
Selesai salat saya merapikan meja belajarku alasannya ialah sangat acak-acakan oleh buku, kemudian saya melihat sebuah kotak kardus kecil tanpa pembungkus di atas meja belajarku. Aku pun eksklusif mengambil kotak kardus itu dan eksklusif memmembuangnya ke daerah sampah di depan rumah.
Aku eksklusif masuk ke dapur dan menghampiri meja makan yang ternyata diberisi banyak kuliner menyerupai sup ayam, tempe goreng, sambal serta kerupuk udang khas Cirebon. Segeralah saya makan dengan lahap lauk pauk dengan semangkuk nasi putih hangat.
Tiba-tiba Ayah tiba menghampiriku.
“Bagaimana makanannya lezat tidak?” tanya Ayah yang mengagetkanku.
“Ya ampun Ayah mengagetkanku, untung saja saya tidak tersedak. Iya Ayah makanannya tiruana enak,” candaku kepada Ayah.
“Memang kuliner yang Ibu masak selalu enak,” balas Ayah padaku.
“Iya,” jawabanku sambil memasukan satu suapan nasi ke dalam mulut.
“Nak, apa kau sudah mendapatkan hadiah ulang tahunmu ke-13 dari Ayah di atas meja belajarmu? ” tanya Ayah padaku.
“Hadiah yang menyerupai apa?” tanyaku dengan singkat.
“Sebuah kardus kecil,” balasan Ayah.
“Jadi di dalam kardus itu ada hadiah ulang tahunku?” ucapku dengan ekspresi wajah tertegun.
“Iya,” balasan Ayah.
Langsung saya beranjak dari daerah makan dan segera menuju ke depan rumah untuk melihat daerah sampah yang diberisi kotak kardus hadiah ulang tahunku. Ternyata isi daerah sampah kosong, saya pun bagaikan tersambar petir yang amat gerah pada siang hari yang cerah.
***
Aku mencari-cari kotak kardus di sekitar rumahku selama 1.800 detik tetapi hasilnya nihil, saya tidak menemukannya. Aku pun sangat murung dikarenakan telah memmembuang hadiah ulang tahunku sendiri.
Tiba-tiba Ibuku tiba dan terkejut melihat mataku berkaca-kaca.
“Kamu kenapa menangis?” tanya Ibu dengan nada kekhawatiran.
“Aku tidak sengaja memmembuang hadiah ulang tahunku ke daerah sampah, tetapi kini isi daerah sampah sudah kosong,” jawabanku sambil menagis tersedu-sedu.
“Tadi ada tukang sampah keliling yang membawanya dengan motor. Coba kau cari mungkin belum jauh dari sini,” saran Ibu padaku.
Mendengar saran Ibu saya kemudian mencari tukang sampah keliling di sekitar perumahan. Setelah melangkah sejauh sekitar 25 meter saya melihat Ibu Asih, seorang perempuan berumur setengah era yang sedang menyapu halaman rumah. Aku pun menghampiri dan bertanya kepada Ibu Asih.
“Maaf, apakah Ibu melihat tukang sampah keliling hari ini?” tanyaku kepada Ibu Asih yang telah 20 tahun menetap di perumahan ini bersama kedua anak laki-lakinya.
“Iya, tadi saya melihat tukang sampah sedang diberistirahat di ujung sungai itu,” balasan Bu Asih sembari menunjuk ke arah sungai.
“Terima kasih informasinya Bu,” ucapku dengan memdiberi senyuman kecil.
Aku eksklusif bergegas menuju sungai. Sebelum saya tiba di sungai saya melihat tukang sampah akan melanjutkan perjalanannya dengan motor khusus yang dikompliti tempat sampah di bab belakangnya. Karena takut kehilangan jejak tukang sampah saya berlari memangil tukang sampah biar berhenti.
“Tukang sampah tolong berhenti,” ucapku berulang-ulang sambil melambaikan asisten ke atas.
Akhirnya tukang sampah menghentikan motornya sesudah mendengar teriakkanku dan menoleh ke arah belakang.
***
“Pak, saya mau mengambil kotak kardus yang tak sengaja termembuang,” ucapku dengan nada kelelahan.
“Silakan Neng,” balasan tukang sampah dengan logat Sunda sambil turun dari motor.
Aku pun mengorek-ngorek keranjang sampah yang diberisi tumpukan sampah rumah tangga dengan kedua tanganku, walaupun wangi tapi saya harus menemukan hadiah pemdiberian Ayahku.
“Harus ketemu, harus ketemu, harus ketemu,” gumamku berulang-ulang sambil mengusap keringat yang bercucuran membasahi pelipisku.
“Ketemu, alhasil hadiahku ketemu juga. Terima kasih Pak saya mau pulang dulu,” ucapku sambil melompat kegirangan.
“Iya, sama-sama Neng,” balasan tukang sampah.
Aku pulang menuju ke rumah dengan bahagia alasannya ialah saya sanggup menemukan hadiah ulang tahunku yang hilang. Karena ingin tau saya membuka kotak kardus dan terkejut melihat isinya, yaitu sebuah buku yang saya idam-idamkan semenjak satu tahun kemudian berjudul “Chicken Soup for Unsinkable Soul” yang diberisi perihal kisah-kisah inspiratif perihal mengatasi tantangan hidup.
***
Sampailah saya di rumah, kemudian saya berterima kasih kepada Ayahku dikarenakan telah memdiberikanku hadiah ulang tahun yang istimewa. Selain berterima kasih saya juga meminta maaf kepada Ayah dikarenakan telah sembrono memmembuang barang.
“Ayah, terima kasih telah memdiberikanku hadiah yang begitu istimewa. Tetapi saya juga ingin meminta maaf dikarenakan telah sembrono memmembuang hadiahnya tanpa sengaja,” ucapku.
“Iya sama-sama. Ayah akan memaafkanmu kalau kau berjanji akan berhati-hati memmembuang barang yang bukan milikmu,” ucapnya.
“Iya saya berjanji tidak akan mengulangi insiden ini lagi,” janjiku pada Ayah.
Kami pun saling tertawa ditemani teh hangat sembari menatap ke arah luar jendela yaitu langit senja yang terguyur oleh derasnya rintik hujan.
***
artikel terkait:
- contoh struktur teks eksposisi
- contoh resensi buku
Contoh Cerpen
Hadiah yang Hilang
“Hore,” tiruana anak didik bersorak sesudah mendengar bunyi bel dari pengeras bunyi di depan kelasku, kelas VII D di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ajibarang.
Sekadab tiruana anak didik berhamburan ke luar kelas untuk kembali ke rumah masing-masing kolam burung-burung yang terbang bebas ke langit biru.
Seperti biasanya, saya pulang dengan sahabat sekelasku yaitu Annisa Mutiara Rachmanadika atau biasa disapa Dika. Kami pulang bersama dengan jalan kaki alasannya ialah rumah kami tidah terlalu jauh dengan sekolah yaitu kira-kira sekitar 100.000 cm
***
Tibalah saya di rumah, kemudian saya menyapa Ibuku yang sedang menjemur pakaian di pelataran rumah.
“Assalamu’alaikum,” salamku kepada Ibu dengan mencium tangan kanannya.
“Wa’alaikumsalam. Sudah pulang Nak, bagaimana di sekolah?” tanya Ibuku dengan bunyi lembutnya.
“Baik-baik saja Bu. Ibu hari ini masak apa untukku?” tanyaku.
“Ibu masak sup ayam kesukaanmu, sana lekas makan!” perintah Ibu padaku sembari meremas pakaian yang akan dijemur.
“Aku tidak sabar mencobanya,” ucapku dengan nada ingin tau sehingga saya eksklusif masuk ke dalam rumah.
Sebelum makan, saya masuk ke kamar untuk berganti pakaian dan melakukan rukun islam yang ke-2 yaitu salat.
Selesai salat saya merapikan meja belajarku alasannya ialah sangat acak-acakan oleh buku, kemudian saya melihat sebuah kotak kardus kecil tanpa pembungkus di atas meja belajarku. Aku pun eksklusif mengambil kotak kardus itu dan eksklusif memmembuangnya ke daerah sampah di depan rumah.
Aku eksklusif masuk ke dapur dan menghampiri meja makan yang ternyata diberisi banyak kuliner menyerupai sup ayam, tempe goreng, sambal serta kerupuk udang khas Cirebon. Segeralah saya makan dengan lahap lauk pauk dengan semangkuk nasi putih hangat.
Tiba-tiba Ayah tiba menghampiriku.
“Bagaimana makanannya lezat tidak?” tanya Ayah yang mengagetkanku.
“Ya ampun Ayah mengagetkanku, untung saja saya tidak tersedak. Iya Ayah makanannya tiruana enak,” candaku kepada Ayah.
“Memang kuliner yang Ibu masak selalu enak,” balas Ayah padaku.
“Iya,” jawabanku sambil memasukan satu suapan nasi ke dalam mulut.
“Nak, apa kau sudah mendapatkan hadiah ulang tahunmu ke-13 dari Ayah di atas meja belajarmu? ” tanya Ayah padaku.
“Hadiah yang menyerupai apa?” tanyaku dengan singkat.
“Sebuah kardus kecil,” balasan Ayah.
“Jadi di dalam kardus itu ada hadiah ulang tahunku?” ucapku dengan ekspresi wajah tertegun.
“Iya,” balasan Ayah.
Langsung saya beranjak dari daerah makan dan segera menuju ke depan rumah untuk melihat daerah sampah yang diberisi kotak kardus hadiah ulang tahunku. Ternyata isi daerah sampah kosong, saya pun bagaikan tersambar petir yang amat gerah pada siang hari yang cerah.
***
Aku mencari-cari kotak kardus di sekitar rumahku selama 1.800 detik tetapi hasilnya nihil, saya tidak menemukannya. Aku pun sangat murung dikarenakan telah memmembuang hadiah ulang tahunku sendiri.
Tiba-tiba Ibuku tiba dan terkejut melihat mataku berkaca-kaca.
“Kamu kenapa menangis?” tanya Ibu dengan nada kekhawatiran.
“Aku tidak sengaja memmembuang hadiah ulang tahunku ke daerah sampah, tetapi kini isi daerah sampah sudah kosong,” jawabanku sambil menagis tersedu-sedu.
“Tadi ada tukang sampah keliling yang membawanya dengan motor. Coba kau cari mungkin belum jauh dari sini,” saran Ibu padaku.
Mendengar saran Ibu saya kemudian mencari tukang sampah keliling di sekitar perumahan. Setelah melangkah sejauh sekitar 25 meter saya melihat Ibu Asih, seorang perempuan berumur setengah era yang sedang menyapu halaman rumah. Aku pun menghampiri dan bertanya kepada Ibu Asih.
“Maaf, apakah Ibu melihat tukang sampah keliling hari ini?” tanyaku kepada Ibu Asih yang telah 20 tahun menetap di perumahan ini bersama kedua anak laki-lakinya.
“Iya, tadi saya melihat tukang sampah sedang diberistirahat di ujung sungai itu,” balasan Bu Asih sembari menunjuk ke arah sungai.
“Terima kasih informasinya Bu,” ucapku dengan memdiberi senyuman kecil.
Aku eksklusif bergegas menuju sungai. Sebelum saya tiba di sungai saya melihat tukang sampah akan melanjutkan perjalanannya dengan motor khusus yang dikompliti tempat sampah di bab belakangnya. Karena takut kehilangan jejak tukang sampah saya berlari memangil tukang sampah biar berhenti.
“Tukang sampah tolong berhenti,” ucapku berulang-ulang sambil melambaikan asisten ke atas.
Akhirnya tukang sampah menghentikan motornya sesudah mendengar teriakkanku dan menoleh ke arah belakang.
***
“Pak, saya mau mengambil kotak kardus yang tak sengaja termembuang,” ucapku dengan nada kelelahan.
“Silakan Neng,” balasan tukang sampah dengan logat Sunda sambil turun dari motor.
Aku pun mengorek-ngorek keranjang sampah yang diberisi tumpukan sampah rumah tangga dengan kedua tanganku, walaupun wangi tapi saya harus menemukan hadiah pemdiberian Ayahku.
“Harus ketemu, harus ketemu, harus ketemu,” gumamku berulang-ulang sambil mengusap keringat yang bercucuran membasahi pelipisku.
“Ketemu, alhasil hadiahku ketemu juga. Terima kasih Pak saya mau pulang dulu,” ucapku sambil melompat kegirangan.
“Iya, sama-sama Neng,” balasan tukang sampah.
Aku pulang menuju ke rumah dengan bahagia alasannya ialah saya sanggup menemukan hadiah ulang tahunku yang hilang. Karena ingin tau saya membuka kotak kardus dan terkejut melihat isinya, yaitu sebuah buku yang saya idam-idamkan semenjak satu tahun kemudian berjudul “Chicken Soup for Unsinkable Soul” yang diberisi perihal kisah-kisah inspiratif perihal mengatasi tantangan hidup.
***
Sampailah saya di rumah, kemudian saya berterima kasih kepada Ayahku dikarenakan telah memdiberikanku hadiah ulang tahun yang istimewa. Selain berterima kasih saya juga meminta maaf kepada Ayah dikarenakan telah sembrono memmembuang barang.
“Ayah, terima kasih telah memdiberikanku hadiah yang begitu istimewa. Tetapi saya juga ingin meminta maaf dikarenakan telah sembrono memmembuang hadiahnya tanpa sengaja,” ucapku.
“Iya sama-sama. Ayah akan memaafkanmu kalau kau berjanji akan berhati-hati memmembuang barang yang bukan milikmu,” ucapnya.
“Iya saya berjanji tidak akan mengulangi insiden ini lagi,” janjiku pada Ayah.
Kami pun saling tertawa ditemani teh hangat sembari menatap ke arah luar jendela yaitu langit senja yang terguyur oleh derasnya rintik hujan.
***
artikel terkait:
- contoh struktur teks eksposisi
- contoh resensi buku
Advertisement